Jumat, 18 Februari 2022

Jurnal Monolog

  

Jurnal Monolog

Oleh: Novi Puspitasari, S.Pd

 

Pengambilan Keputusan Sebagai Pemimpin Pembelajaran

Siapa saya dalam pembelajaran?

Benar Salah adalah pilihan hidup yang akan selalu kita cari jawabannya. Saat pencarian terjadi menuju kearah pembuktian, sering kita dihadapkan pada 2 pilihan, apakah itu “Benar dan Salah”. Apa yang kita pikir benar belum tentu itu baik dan apa yang kita pikir itu baik belum tentu itu benar, bukankah hal itu cukup membingungkan, bukan?.

 Kita sadar bahwa manusia itu sempurna karna ketidaksempurnaanya. Penuh dengan problematika kehidupan yang mengharuskan mereka memilih pada pilihan, baik mudah ataupun sulit, peduli atau tidak peduli dan lain sebagainya. Dari proses memilih inilah kita belajar untuk terus berbenah diri, bercermin serta intropeksi diri, siapa saya, melangkah kearah mana saya dan apa tujuan saya?.

Dalam ketidaksempurnaan ini saya hadir sebagai seorang Pendidik yang dituntut sempurna dengan segudang kompetensi. Menjawab tantangan perkembangan Zaman yang kian pesat dengan perkembangan teknologi serta peradaban yang kian maju. Menjadi pendidik yang memiliki kepekaan alat indera sehingga mampu menganalisa, melakukan pemetaan kebutuhan belajar siswa, menghadirkan pembelajaran yang berdiferensiasi, menjadi coaching  hingga pada akhirnya diharapkan mampu memegang tongak estafet kepemimpinan dengan keterampilan mumpuni dalam mengambil sebuah keputusan. Mampu mengambil keputusan yang tepat untuk pendidikan yang lebih bermartabat. 

Cara Berpikir Saya Sebagai Pemimpin

Proses berpikir yang intens dan fokus menjadikan saya layaknya seorang filsuf yang berpikir dulu sebelum bertindak (Think before act). Filsuf bercirikan pada rasionalitas artinya pemikiran tersebut dapat diterima secara akal sehat, kreatif-inovatif yaitu membangun ketajaman akal budi untuk mengeluarkan diri pada kebekuan inspirasi dan lemahnya ide-ide moral. 

Waktu kecil saya sering membaca buku yang mengatakan “ dengarkan kata hati mu karna hati mu takkan pernah bohong”. Sejak saat itu jika ada masalah dalam hidup, saya sering bermonolog dengan hati. Proses bermonolog dengan hati membuat saya nyaman dan aman tanpa takut di judge oleh orang lain. Sehingga saya larut dalam dunia imajinasi, tanpa teman, tanpa saudara sembari menulis puisi ditemani senja dan rembulan.

Saat dewasa saya mulai bergelut dalam dunia pendidikan yang makin membuat saya larut dalam semangat kerja dan karir. Memasuki tiap lini dan jiwa pendidikan membuat saya bertekad untuk hidup lebih baik lagi. Merubah imajinasi menjadi kreatifitas, menyendiri untuk reflektif diri, berpikiran positif dan terbuka untuk tiap tawaran kolaborasi. Merancang prospek kedepan, membangun mimpi dengan semangat untuk melihat pendidikan berlari kearah yang lebih baik dan maju. Menjadi pemimpin untuk diri sendiri, menjadi pemimpin untuk orang lain.

Menjadi pemimpin tidaklah mudah, pemimpin adalah kepala yang akan memimpin dan menunjukkan jalan kearah Visi, memperjelas langkah kearah misi dan dengan pasti menyadari tujuan apa yang harus tergapai baik untuk masa kini hingga masa-masa yang akan datang. Tanpa pemimpin yang tepat kita tidak akan mampu berjalan kearah Visi, Misi dan Tujuan yang kita impi. 


Apa Itu Dilema?

Pernahkah saya dilema dalam hidup?

Jawabannya tentu saja "Iya".

Selama kita hidup maka akan terus diikuti oleh problematika kehidupan. Tidak ada satu orang pun yang hidup tanpa dilema.

Dulu saya mengartikan dilema ialah keadaan pusing karna harus memilih antara 2 pilihan yang sama-sama sulit.

 “Dilema” adalah istilah umum yang merujuk kepada suatu kondisi yang menyulitkan yaitu munculnya sebuah masalah yang menawarkan dua kemungkinan, dimana keduanya sama-sama tidak praktis untuk diterima.(Wikipedia)

Apa itu Etika?

Pengertian Etika, Bertens; Etika berasal dari bahasa Yunani Kuno, Ethos dalam bentuk tunggal, artinya adat istiadat, akhlak yang baik.

Lalu apa itu Dilema Etika?

Dilema etika adalah situasi ketika seseorang dihadapkan pada keputusan yang saling berbenturan kepentingan.

Bagaimana saya memandang setiap paradigma?

1.   .Individu Melawan Masyarakat

Paradigma ataupun pandangan hidup yang saya Yakini dalam menjalani kehidupan selama ialah berkata Jujur dan benar. Lebih baik diam daripada harus berbohong. Menjalani hidup yang penuh liku dan keras ini sangatlah tidak mudah bagi saya. Senyum dan tawa sering terlihat dari bibir mereka yang mengatakan sungguh idealis dan naifnya  anda. Apakah salah jika kita berusaha untuk menjadi baik dengan cara yang kita yakini? Apakah salah jika kita senantiasa tersenyum padahal hati kita bersedih? Pura-pura kuat padahal sebenarnya kita sangat rapuh dan membutuhkan sandaran? Tapi tetap diam karna merasa itu adalah urusan pribadi yang tidak perlu diekspos atau diumbar-umbar?

Kerasnya hidup membuat saya tumbuh menjadi sosok yang mandiri dan Tangguh. Tangguh bukan karna pandai melawan  musuh dengan lisan dan fisik tapi tangguh karna mampu melawan ego diri demi kepentingan orang banyak. Orang banyak harus dimengerti, Bukankah hati sendiri yang harus dimengerti?. Orang banyak ingin dimengerti walau tanpa mereka minta. Apa saya harus peduli?.Untuk menjadi orang baik maka saya harus menjadi orang yang peduli, orang yang peduli akan selalu memikirkan kepentingan orang disekitarnya. Jika saya peduli maka Allah akan sayang pada saya, bukankah itu sudah lebih dari cukup?

2.     Kebenaran Melawan Kesetiaan

Kemarin adalah ilusi dan seolah-olah mimpi yang terus membayangi. Layaknya sebuah kenyataan yang terus menghantui, kehidupan yang tidak pernah diinginkan terjadi. Tapi siapa yang bisa menolak takdir kehidupan? Saat saya harus memilih antara kebenaran dan kesetiaan, yaitu berada disamping orang tua yang saya sayangi atau memegang teguh kebenaran yang harus saya junjung tinggi. Pilihan itu sangat sulit, tapi saya harus memilih. Membuat pilihan yang sulit. Tapi kembali lagi bahwa ini adalah kehidupan yang harus saya jalani. Jalani sampai akhir dan belajarlah untuk menerima setiap resiko keputusan yang diambil.

Keyakinan adalah identitas diri yang diperoleh dari proses hidup yang dijalani. didalamnya ada cinta, kasih, benci dan beragam rasa yang lain. Rasa yang akan kita pahami dari setiap proses hidup yang  yang tidak dapat kita tukar hanya karna sebuah keegoisan yang harus dituruti, Salah akan tetap salah dan suatu Ketika akan menampakkan diri dengan sendirinya. Tapi keyakinan diri jika sekali kita tinggalkan maka seterusnya kita akan mentolerir setiap kesalahan.

3.      Keadilan Melawan Rasa Kasihan

Rasa kasihan dan simpatik sudah melekat dalam diri bangsa, Penduduknya paling ramah terhadap orang luar. Itu adalah pengakuan yang sering saya dengar saat turis-turis bule bertandang ke negara saya. Pribadi yang gampang tergugah akan penderitaan orang lain dan gampang pula tersulut emosi hanya karna kata-kata yang dikeluarkan oleh orang yang tak beretika.

Saat negara Jepang malu dengan budaya membuang sampah sembarangan dan melanggar peraturan. Orang-orang disekitar saya masih bisa berjalan santai sembari membuang sampah sembarang tempat, berkompromi dengan peraturan yang dibuat. “Peraturan dibuat untuk dilanggar”. Kalimat ini terngiang-ngiang ditelinga tapi tidak sampai membuat saya paham walaupun sering mendengarnya.

Saya termaksud orang yang cepat merasa tersentuh dan kasihan dengan penderitaan orang lain, cepat menangis saat menonton cerita sedih ditelevisi ataupun membaca cerita romansa yang berakhir tragis. Efeknya, saya sering lupa memperhatikan Kesehatan diri sendiri karna terlalu forsir memperhatikan kepentingan orang lain.

Paradigma dibuat berdasarkan pola pikir dari orang dimana mereka berasal. Seakan terlihat seperti dua sisi mata pisau yang saling bertentangan tapi kenyataan sisi itu sama dan susah dimengerti. Sering saya mendengar nyanyian keadilan menggema ditelinga para jelata tapi tetap keadilan bagai paradigma yang samar dan rasa kasihan terlihat dominan untuk menutupi setiap kesalahan.

Tapi saya yakin keadilan itu berdiri sendiri dan Allah besertanya, Dan dititipkan rasa keadilan itu pada hati tiap-tiap pemimpin termaksud hati pemimpin pembelajaran. Dimana pendidik tidak akan memandang muridnya berbeda berdasarkan status, harkat dan martabat mereka. Tapi adil disini murni karna setiap murid dianggap seperti anaknya sendiri yang akan diperlakukan sama.

Kembali lagi kita mudah menunjukkan empati semudah kita menunjukkan rasa tidak suka.

4.    Jangka Pendek Melawan Jangka Panjang

Saat pengambilan keputusan harus diperhatikan juga adakah kaitan keputusan yang kita ambil ini dengan jangka Panjang atau masa yang akan datang. Bukan hanya kita berpikir untuk saat ini saja. Ada kalanya hasil yang kita putuskan sekarang itu akan berpengaruh atas diri kita dimasa yang akan datang. Jangan sampai kita salah mengambil keputusan yang akan kita sesali dimasa-masa yang akan datang. Dalam kasus dilema etika yaitu benar lawan benar, kita dihadapkan pada nilai-nilai kebajikan yang pada hakikatnya itu benar, seperti membantu orang lain dengan alasan memang orang itu patut dibantu. Berbeda dengan bujukan moral yaitu salah lawan benar yang mana dalam kasus bujukan moral ini terdapat nilai-nilai moral yang saling bertentangan didalamnya yaitu disatu sisi kita memegang nilai-nilai kebajikan dan dilain sisi kita dihadapkan pada bujukan untuk melanggar peraturan.

Sekali lagi, dalam mengambil keputusan pikirkanlah matang-matang, jangan tergesa-gesa, mudah dipengaruhi oleh orang lain, berpikirlah secara jernih serta perhatikan 9 langkah pengujian keputusan sebagai panduan dalam menentukan keputusan, Adapun 9 langkah pengujian tersebut terdiri dari;

1.      Mengenali nilai-nilai yang saling bertentangan

2.      Menentukan siapa yang terlibat dalam situasi ini

3.     Kumpulkan fakta-fakta yang relevan dengan situasi ini

4.     Pengujian benar atau salah yang terdiri dari Uji legal, uji regulasi, uji intuisi, uji publikasi, uji panutan/idola

5.     Pengujian paradigma benar lawan benar’

6.     Melakukan prinsip resolusi

7.     Investigasi Opsi trilemma

8.     Buat keputusan

9.      Lihat lagi keputusan dan refleksikan.

Prinsip Apa Yang Bisa Saya Ambil?

Adapun prinsip-prinsip pengambilan keputusan yang bisa diterapkan ialah:

1.    Prinsip Berbasis Hasil akhir  (End Bassed Thingking)

Dalam pengambilan keputusan sebagai pemimpin pembelajaran seorang pendidik senantiasa melihat apa hasil akhir yang akan berdampak pada seluruh siswa. Artinya prinsip ini mengutamakan kepentingan seluruh siswa didik bukan hanya individu saja.

2.     Prinsip Berbasis Peraturan (Rules Bassed Thingking)

Dalam berpikir kita senantiasa mengikuti prinsip ataupun aturan-aturan yang telah ditetapkan.

3.     Prinsip Berbasis Rasa Peduli (Care Bassed Thingking)

Berpikir pada prinsip ini ialah memutuskan sesuatu dengan harapan orang lain akan berpikiran sama seperti apa yang kita inginkan.

Bagaimana Cara Saya Mentransfer Ilmu?

1. Cara yang paling efektif yang bisa dilakukan dalam mentransfer ilmu ialah dengan mengajak guru untuk sharing (tukar pikiran ringan). Mendengarkan pendapat mereka lalu memahami paradigma seperti apa yang mereka yakini. Kita bisa masuk kedalam pemikiran seseorang tanpa menekan,  menempatkan diri sebagai rekan kerja yang tidak selalu mendikte dan menganggap kita paling benar. 

2. Mengajak guru untuk berkolaborasi dalam pembelajaran dan mengambil keputusan yang disepakati bersama-sama.

3. Melakukan sosialisasi tentang ilmu-ilmu yang diperoleh dalam sebuah forum maupun kumpulan kelompok kerja guru

4. Menunjukkan bukti kerja nyata dengan memperlihatkan hasil kerja dalam bentuk karya nyata yang bisa langsung dilihat oleh orang lain.

Langkah Awal Yang Bisa Saya Ambil sebagai pemimpin pembelajaran

1. Menentukan prospek apa yang ingin dicapai oleh masing-masing siswa. Saya ingin sekali mendengarkan apa yang menjadi menjadi harapan-harapan siswa dan pembelajaran seperti apa yang mereka inginkan lewat diskusi. Mencatat dan mencoba untuk merealisasikannya. Tentunya disesuaikan dengan pembelajaran yang mereka pelajari.

2. Membuat hal-hal baru yang bisa lebih membuat siswa semangat belajar. Misalnya membiarkan mereka menentukan posisi kursi seperti apa yang mereka inginkan. menata sudut literasi seperti apa yang mereka mau dan lomba apa yang paling ingin mereka lakukan dikelas. Intinya mereka akan saya ajak untuk belajar membuat keputusan penting. Tentunya saya akan berkolaborasi dengan pendamping saya dikelas.

Rencana Penerapan Langkah-langkah

Diskusi dengan siswa : Rabu, 16 Februari

Realisasi Keinginan siwa : Kamis, 17 Februari

Membuat Hal Baru yang berbeda : Sabtu, 19 Februari

Sharing dengan rekan guru : Rabu, 23 Februari

Rekan Kerja yang bisa mendampingi : Ibu Ida Julianti, S.Pd


Ada (A) / Tidak Ada (TA)

1

Isi:Apa rencana ke depan dalam menjalani pengambilan  keputusan yang mengandung unsur dilema etika? Bagaimana Anda bisa mengukur efektivitas pengambilan keputusan Anda? Siapa yang akan membantu atau mendampingi Anda? 

 Ada, cara mengukurnya yaitu banyaknya dukungan siswa dan respon positif yang ditunjukan siswa. Yang akan membantu Ibu Ida Julianti

2

Isi: Bagaimana Anda akan menerapkan pengambilan keputusan seperti ini pada lingkungan Anda, pada murid-murid Anda, dan pada kolega guru-guru Anda yang lain? Kapan Anda akan menerapkannya?

 Jika yang saya lakukan dalam kelas berhasil maka saya akan menyampaikan hal tersebut pada rekan guru yang lain. Secepatnya

3

Teknis: Kejelasan suara/tulisan di video/blog naratif Anda, format apa yang akan gunakan, sudahkah Anda mengujinya/membacanya dan melihat hasilnya/membayangkan bila orang lain membaca tulisan Anda?

 

4

Teknis: Durasi waktu/panjang tulisan, apakah sudah diuji untuk maksimal dan minimal waktu berbicara, atau apakah sudah ditinjau isi dan panjang tulisan Anda, dan kepadatan/intisari  materi yang Anda ingin sampaikan?


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Komentar Masukannya

Waktu

Waktu berlalu Tinggalkan pedih perih Bila ingat kenangan lalu Tak menentu kemana hati melangkah  Tak terasa banyak hal yang sudah kulalui  B...